Title: Valentine’s Present
Author: Yottsu ha no kurōbā (four-leaf clover)
Genre: Romance, smut —– 1st
WARNING!!
Rating: NC-17 *Ffic
NC pertama saya!!*
Theme: Non-Yaoi
Characters: Chinen Yuri x Kawashima Umika. Yang laen cuma
figuran~
Disclaimer: Saya memiliki Yamada Ryosuke!! *diblender*
WARNING: Fanfic ini SMUT,
dibikin buat yang umurnya udah 17 taon ke atas. Kalau
nggak suka sama ffic bergenre seperti ini—atau malah gak kuat, mending stop
sampe sini aja. Author nggak tanggung jawab loh kalau yang baca sampe
kenapa-kenapa *kicked* =_=
Author's Note: Udah sejak beberapa minggu lalu, akibat
terinspirasi dari ffic NC temen seangkatan, gw jadi pengen nulis ffic beginian.
Huahahaha.. untunglah setelah semedi beberapa puluh jam, gw akhirnya dapet
ilham juga buat bikin ginian. Lumayan buat ngeryain valentin~ hahaha
Cerita ini 100 % bohong, hanya hasil dari pikiran kotor
gw.*Meskipun gw selalu berharap Umi-Chii bisa kayak gini—alalala~
Udah, gak mao banyak ngomong lagi,, dozou J
*~ *~ *~ *~ *~ *~ *~
VALENTINE’S PRESENT
Kawashima Umika memainkan jemarinya perlahan pada adonan
coklat hasil eksperimennya beberapa puluh menit lalu. Ujung telunjuknya yang
kini telah berlumuran coklat itu lalu dikecupnya demi menikmati rasa makanan
berwarna senada dengan celemeknya itu.
Manis.
Senyumannya terulas sembari tangannya mulai bergerak
memasukan adonan tersebut pada 2 buah cetakan berbentuk hati di depannya.
Pikirannya melayang, membayangkan wajah bahagia seseorang yang akan menerima
benda tersebut darinya esok hari.
Valentine’s day aka hari kasih sayang. Sudah menjadi
kewajiban gadis-gadis seumurnannya untuk membuat coklat—benda manis yang bisa
dimakan tadi sebagai hadiah bagi kekasih, gebetan, teman, atau siapapun yang
ingin dicurahkan cintanya. Benda khas valentine itu harus ada. Dan tahun ini,
Umika khusus membuatnya untuk seseorang yang selama 9 bulan terakhir menjadi
kareshinya, seorang pemuda dengan senyum yang luar biasa manis serta paras
super tampan. Chinen Yuri, member termuda nomor 2 Hey! Say! JUMP, boyband
paling tenar seJepang. Gadis itu kembali merasa beruntung karena telah berhasil
memiliki hati Chinen yang banyak digilai oleh kaum sebangsa dan seumurnya itu.
Kok kesannya dia special sekali sampai Chinen sang idola terpaut padanya juga?
Gadis itu mendengus geli.
***
“Waa… Kawaii!!” Sebuah suara atau lebih tepatnya disebut
lengkingan menggema di dalam ruang kelas 3-D Horikoshi, sukses membuat penghuni
kelas lain menoleh. 3 orang gadis yang duduk membentuk lingkaran dengan 3 kursi
telak jadi sumber perhatian. Meskipun begitu, beberapa detik kemudian, semua
kembali sibuk dengan urusan masing-masing, seolah sebelumnya tidak terjadi
apa-apa. Mereka tahu benar, berteriak merupakan kebiasaan tetap member
terpendek grup itu.
“Umichan ribut ah !” suara lain ikut terdengar, namun dengan
volume yang lebih kecil dari sebelumnya. Suzuka, salah satu anggota kelompok
tadi menegur pelan si pemilik suara karena berhasil membuat mereka bertiga jadi
artis kelas selama dua detik. Gadis yang dipanggil Umichan tadi hanya nyengir
kuda, Cengiran khasnya yang sering digunakan sebagai penangkal kalau sudah
berbuat salah.
“Gomen. Demo, hontou ni kawaii na…” rasa antusiasme Umika
yang tadi dikeluarkannya dalam lengkingan terganti dengan satu kalimat
bervolume pelan. Mirai—sebagai pemilik benda yang disinggung Umika ‘kawaii’
tadi tersenyum bangga.
“Deshou? Aku membuatnya semalaman loh!” jawabnya dengan rasa
bahagia yang terlihat jelas. Umika dan Suzuka ikut tersenyum melihat temannya
senang.
“Yamachan pasti suka na..” tambah Suzuka lagi. Mirai merona.
“mou… terus, kalian berdua? Mana coklat buatan kalian?” gantian
Mirai yang bertanya. Umika dan suzuka saling menatap, lalu pelan-pelan
mengeluarkan benda sejenis dari tas masing-masing.
“Uwaa… kawaii..” giliran Mirai yang memuji. Baik Suzuka
maupun Umika hanya bisa tersenyum. Ketiganya telah bekerja keras sejak kemarin
demi menghasilkan hadiah khas valentine tersebut dan hari inilah saatnya benda
tersebut berpindah tangan pada kekasih masing-masing.
“Ohayo!”
Perhatian ketiganya sontak teralih pada satu suara yang
tiba-tiba terdengar—yang mereka kenali sebagai suara milik Yuto Nakajima, pacar
Suzuka, yang mengindikasikan Mirai dan Umika bahwa pacar mereka juga telah
tiba. Dengan gerakan cepat ketiganya menyembunyikan bungkusan coklat
masing-masing dalam tasnya.
“Ohayo honey~” Ryosuke Yamada yang duluan mendekati grup
itu, lalu mencium pipi Mirai gemas. Kakasihnya itu hanya tertawa kecil,
campuran rasa malu dan senang luar biasa. Yuto mengikuti dengan menarik kursi
ke balakang Suzuka lalu melingkarkan lengannya di bahu gadis itu.
“Pada ngapain nih?” tanyanya ramah. Gadis-gadis itu hanya
nyengir, jelas tak mau memberitahu pemuda tiang itu tentang kegiatan mereka
saling pamer coklat valentine tadi.
Lebih dari itu, ada yang terasa janggal pagi ini. Melihat
Yuto dan Ryosuke yang terduduk manis dekat pacar masing-masing membuat
kejanggalan tersebut makin kentara jelas. Rasanya kok ada yang kurang ya?
“Chinen mana?” Umika nyeletuk, heran tidak menemukan
keberadaan kekasihnya pagi ini. Padahal biasanya, Chinen selalu datang ke
sekolah bersama kedua teman akrab se-boybandnya itu.
Menanggapi pertanyaan Umika, Ryosuke hanya bisa menggeleng.
“Nggak tahu. Tadi waktu kami ke rumahnya, tidak ada orang..”
“un!” Yuto ikut menyambung. “Kami kira dia sudah berangkat
duluan.”
“Ehh? Sou kah?” baik nada suara maupun ekspresi wajah Umika
menurun. Rasa sedih seketika menyusupi hatinya sembari pandangannya bergerak ke
tas biru muda di pangkuannya. Bukan tas itu sesungguhnya yang jadi objek
perhatiannya, namun satu bingkisan berwarna pink di dalam, bingkisan berisi
coklat yang khusus dibuatnya untuk Chinen dan harus diberikannya hari ini juga
demi memaknai tanggal 14 Februari ini. Tapi, kalau sang penerima sendiri malah
tak datang, gimana mau ngasihnya?
“Sebentar kau kerumahnya deh, coba cek dia. Siapa tahu dia
sakit atau apa..” Mirai berbisik pelan di telinga Umika. Gadis itu terdiam
sejenak sebelum kemudian mengangguk.
***
Sudah nyaris 10 kali Umika memencet bel sebuah rumah sederhana
namun indah dengan papan bertuliskan ‘Chinen’ di depannya. Namun tetap.
Jangankan pintu terbuka, satu jawaban pun tak terdengar dari dalam. Kesal akut,
gadis itu lalu menghubungi salah satu kontak di HPnya.
Trrrt trrrt…
“Nomor yang anda tuju
sedang tidak aktif atau berada diluar service area. Cobalah beberapa saat
lagi..”
“Ck!” gadis itu mengatupkan flip keitainya kesal. “Kemana
sih anak itu?!”keluhnya lagi. Tangan kirinya diangkat lalu melirik jam tangan
putih yang dikenakannya. Jam setengah 5 sore.
Umika mendengus lalu terduduk di depan pintu rumah Chinen.
Dia tidak bisa pulang— Spesifiknya, coklatnya. Benda yang sudah dibuatnya
sepenuh hati kemarin itu harus diserahkannya hari ini juga sebagai hadiah
perayaan valentine. Kalau dikasih besok kan,
maknanya sudah 100% berubah. Jadi, meskipun langit nampak sedang marah karena
dari tadi hanya membentuk awan hitam yang siap menghasilkan tetes-tetes hujan,
Umika tetap berniat menunggu Chinennya, agar coklat valentine buatan gadis itu
bisa berpindah tangan.
***
“Aree?! Umichan?!” Seruan kekagetan seketika membangunkan
Umika dari lelapnya. Gadis itu mengucek-ngucek mata lalu mengalihkan pandangannya
pada sesosok pemuda berpayung bening yang tengah berjongkok di depannya sambil
menatapnya khawatir. Gadis itu tersenyum. Syukurlah pangerannya itu akhirnya
tiba juga.
“Kenapa tidur disini? Dasar bodoh. Bajumu basah tuh. Kau
bisa masik angin!” Chinen melepaskan payungnya lalu menyentuh pundak Umika,
mencoba memfokuskan konsentari gadisnya itu padanya seorang. Umika harus
mengerjap beberapa kali sebelum akirnya tersadar.
“AH! Datang juga! Darimana saja kau?! Tidak lihat aku sudah
menunggumu dari tadi, Heh?!” Gadis itu balas mengomel dengan lengkingan yang
lebih dahsyat. Chinen sontak mengangkat tangannya untuk menutupi kedua telinga.
“Umichaan..yamete..” nada suaranya memohon akiban lengkingan
Umika ternyata sangat menyiksa telinganya. Gadis itu terpaksa menurut. “Masuk
dulu. Bajumu basah tuh, kena hujan..” Ujar Chinen lembut sambil membantu Umika
berdiri. Gadis itu melongo sebentar, merasa takjub dengan dirinya sendiri dan
seragam sekolahnya yang basah. Jadi dari tadi dia tidur dalam terpaan hujan?
Kok dia bisa tidak sadar ya?
“Kok kamu bisa tidur sambil terpercik air hujan sih?” seolah
bisa membaca pikirannya, Chinen mentransisikan isi kepala Umika tersebut dalam
sebentuk pertanyaan sambil kedua tangan pemuda itu memakaikan jaket putihnya ke
bahu Umika.
“Itu karena aku terlalu niat mau menunggumu. Kamu kemana aja
sih?!” Umika balas bertanya kesal, lebih karena ia juga tak tahu bagaimana
harus menjawab pertanyaan Chinen. Pemuda itu menggeleng lalu mempersilahkan
Umika melewati pintu rumahnya yang baru saja ia buka.
“Aku ada urusan keluarga di Shizuoka. Nggak lihat nih seisi rumahku pada
kosong?” Chinen menjawab sambil mempersilahkan Umika duduk di sofanya. Gadis itu
menurut saja. Chinen lalu bergerak ke belakang untuk mengambil handuk. Beberapa
detik kemudian pemuda itu kembali dengan sehelai handuk berwarna hijau muda di
tangan yang siap digunakannya untuk mengeringkan rambut hitam sebahu pacarnya
yang masih basah. Pemuda itu tersenyum, sambil mulai menggosok-gosokkan handuk di
kepala Umika dengan perlahan dan hati-hati dengan kedua tangannya.
“Lagian kenapa sih kau menungguku sampai seperti ini. Lihat,
sekarang sudah jam setengah 8..” Chinen menunjuk jam dinding bergambar kucing
hitam tak jauh dari mereka. Umika melirik sekilas pada objek yang ditunjuk itu
lalu mendengus.
“cih!”
Selesai mengeringkan rambut si gadis—atau lebih tepatnya
sedikit mengurangi kadar airnya, Chinen kembali beranjak, kali ini menuju kamar
kakak perempuannya untuk mengambilkan baju ganti untuk Umika. Tepat setelah
Chinen menghilang di balik tikungan ruang tengah, Gadis itu membuka tasnya lalu
mengeluarkan benda mungil berbungkusan pink yang dibawanya sejak tadi di sekolah.
Bungkusnya sedekit lembab terkena rembesan air hujan. Namun untunglah karena
terbuat dari plastik, honmei
coklatnya yang ada di dalam tidak terusak oleh air dari langit tersebut.
“yokata…” bisiknya lega sambil membelai bungkusan coklat itu
pelan.
“Nani sore?”
Suara Chinen sontak mengagetkan Umika, sekaligus membuatnya
refleks memasukan kembali bungkusan coklat tadi cepat-cepat kedalam tas. Sepersekian
detik kemudian, Chinen sudah berdiri di depannya dengan wajah ingin tahu dan
sehelai mini dress kuning muda minimalis. “Apa yang kau pegang tadi?” tanyanya
lagi, jelas penasaran.
“betsuni~ ah, itu baju ganti untukku ya?” Umika mengalihkan
pembicaraan dengan menunjuk dress kuning yang dipegang Chinen tadi. Tanpa menunggu
jawaban iya alih-alih anggukan dari sang empunya rumah, Umika langsung saja
menyabet benda itu dan berlari menuju kamar mandi. Maklum, Umika sudah beberapa
kali berkunjung ke rumah pacarnya ini sehingga tak heran jika gadis itu ingat
betul letak kamar-kamar dalam rumah tersebut. Chinen mengikuti pergerakan
pacarnya dengan keda lensa matanya yang hitam pekat dan setelah sang gadis
hilang tertelan pintu kamar mandi, fokusnya kemudian berpindah pada tas Umika.
Beberapa menit kemudian, setelah mengganti seragam
sekolahnya yang basah dengan dress selutut milik Saaya—kakak perempuan Chinen,
Umika lalu keluar dari kamar mandi. Untunglah ukuran tubuhnya tidak jauh
berbeda dengan Saaya, sehingga dress itu nampak cocok sekali dikenakannya.
Dengan langkah ringan gadis itu bergerak kembali ke sofa tempat duduknya
semula.
Tercengang.
Umika nyaris berteriak ketika menemukan kekasihnya sedang
menatap intens plus memegang bungkusan pink berisi coklat yang tersembunyi
dalam tasnya tadi. Langkahnya yang semula ringan kembali diperingan agar
menambah lajunya berlari. Chinen masih belum sadar Umika telah siap mengambil
kembali coklat tersebut—karena gadis itu belum menyusun scenario yang tepat
untuk memberikannya dengan manis. Dan ketika jarang tangannya yang terulur
dengan coklat tinggal beberapa senti saja…
HAP!
Gagal! Chinen duluan mengatupkan tangannya dan
menghindarkannya dari jarak tangkap Umika. Akibat rem mendadak, Umika nyaris
jatuh ke sofa di depan kalau saja Chinen tak menahan pinggangnya.
Pemuda itu meyeringai.
Umika belum mau menyerah. Tangannya kembali terulur menjangkau
bungkusan pink yang masih tergenggam jemari kiri Chinen. Pemuda itu
menggerakakan tangannya randomly,
demi menghindari tangkapan tangan Umika. Well, dia tahu benda pink itu memang
untuknya.
Tak juga berhasil mendapatkan kembali bungkusan coklatnya,
Umika lalu mengubah posisinya agar lebih bebas bergerak dengan melepaskan
dirinya dari rangkulan Chinen. Berhasil memang, Umika jadi lebih bebas
bergerak. Namun, begitu pula Chinen. Pemuda itu lalu berlari menjauhi gadisnya,
dan tentu saja demi memperjuangakan coklat yang seharusnya deberikan pada si
pemuda dengan scenario yang romantis, Umika ikut mengejar Chinen beserta coklat
tersebut.
Sepasang sejoli itu berlari mengitari rumah. Dari kamar ke
kamar, lorong ke lorong, dan berakhir di kamar milik Chinen karena ketika
keduanya masuk dan Chinen belum sempat putar balik untuk mengecohkan pacarnya,
Umika sudah keburu mengunci pintu kamar tersebut dan mengurung keduanya di
dalam. Gadis itu tersenyum penuh kemenangan.
“Mau kemana lagi kau?” introgasinya sambil bercakak
pinggang. Chinen nyengir lebar lalu duduk di tepi tempat tidurnya. Dengan
gerakan cepat, pemuda itu membuka bunkusan pelindung coklatnya. Alhasil
terpampanglah dengan jelas coklat berbentuk hati yang manis sekali.
“KYAA! Jangan!” Umika memekik shock saat Chinen mengangkat
coklatnya dan siap menggigitnya. Pemuda itu mengernyit, menghentikan gerakan
tanaganya sebentar, lalu melengos.
“Kalau kumakan kenapa sih Umichaaan!! Ini kan untukku!!” Chinen mengangkat potongan
notes kecil yang terselip di bungkusan coklat. “Nih.. tulisannya ‘untuk
Chinen-kun’. Ini untuku deshou..?” nada pemuda itu memelas ketika membaca tulisan
dalam notes yang dibuat Umika itu. Wajah gadis itu memerah karena malu.
“Cih! Baka! Sudah makan saja!” Menyerah, Umika lalu ikut
terduduk di tepi tempat tidur seperti pacarnya. Chinen tersenyum geli.
Tangannya yang tadi terangkat untuk memindahakan potongan coklat tadi ke
mulutnya kembali melanjutkan tugas yang tertunda. Pemuda itu menguyah perlahan
dan sedikit menimbulkan bunyi. Umika menatapnya ragu-ragu.
“Bagaimana?”
Chinen menoleh ke arah gadis itu dengan wajah tidak puas.
“Tidak enak. Rasanya tidak manis..”
Bola mata Umika sontak membulat sempurna. “EEH? Maji ka?”
“Un!” Chinen menyorongkan potongan sisa coklat kepada gadis
itu. “Nih, coba saja..”
Umika mengerutkan kening, tidak mempercayai indra perasa
kekasihnya. Perasaan kemarin rasanya masih sangat lezat kok. Kenapa tiba-tiba
berubah tawar? Apa karena terkena air hujan?
Gadis itu menerima sebagian potongan dari Chinen lalu ikut
mencobanya. Ia berkonsentrasi cukup lama untuk meresapi rasa coklat itu. Eh,
kok? Rasanya manis kok! Lalu ada apa dengan lidah kekasihnya?
“Chi, rasanya masih—“
CUUP.
Umika tersigap ketika tiba-tiba saja bibir Chinen sudah
menyentuh bibirnya. Ciumannya hangat dan lembut. Tidak butuh waktu lama juga
bagi Umika untuk membalas ciuman pemuda itu. Bibir keduanya bertautan cukup
lama. Chinen menjilati bibir bawah Umika, memberinya 2 sensasi rasa berebeda.
Kelembutan bibir gadis itu dan rasa manis coklat yang dikulumnya tadi tentu
saja.
“manis..” Chinen berbisik pelan setelah bibirnya dilepaskan
dari bibir Umika. “Begini baru coklatnya terasa manis..” sambungnya lagi dengan
nada tenang. Umika tidak menjawab dan hanya merona. Ia bingung mau menjawab
apa. Tidakan Chinen terlalu tiba-tiba dan…menyenangkan.
Memerahnya wajah gadis itu sontak membuat Chinen mengerjap.
Sesuatu menjalari hatinya, tiba-tiba saja. Umika kali ini terlihat sangat
cantik, tidak biasa, dan seolah kecantiakn itulah yang kemudian memberinya
komando untuk kembali memberikan kecupan hangat pada bibir gadis itu.
Umika kembali tersigap, namun kemudian mulai menikmati sentuhan
tersebut. Awalnya Chinen menciumnya dengan ciuman lembut nan hangat seperti
biasa. Namun entah sejak kapan, ciuman tersebut lalu berubah menjadi penuh
gairah.
“C-Chi..” suara Umika tertahan gerakan bibir Chinen yang tak
hentinya mengekspolrasi bibir gadis itu. Lidah pemuda itu masuk perlahan
sembari memperdalam ciumannya. Umika kaget tentu saja, namun menikmatinya.
Gadis itu ikut memperdalam ciumannya dengan membuka mulutnya agar lidah Chinen
bisa masuk.
Tiba-tiba saja, Chinen sudah mendorong perlahan tubuhnya
hingga terbaring di kasur. Pemuda itu berada di atasnya.
“I want you, Umichan. I want you so badly.” Chinen berbisik
di telinga Umika. Desah nafas pemuda itu sontak mengirimkan getaran asing di
sekujur tubuhnya dan membuatnya lemas.
Chinen lalu mengalihkan ciumannya pada leher jenjang Umika.
“Uhh..Chii..” desahan Umika terlontar tanpa sadar, cukup
untuk membuat pikiran Chinen menjadi semakin liar. Pemuda itu menjilat dan
menggigit leher Umika. Gadis itu memiringkan kepalanya, membuat Chinen lebih
lelusa melakukan ciumannya. Tangan Chinen ikut bergerak, berusaha menarik resleting
dress Umika. Umika memiringkan tubuhnya sedikit agar Chinen bisa lebih mudah
menarik turunkan pakaiannya. Sedetik kemudian, dress kuning itu sudah tergeletak
di tanah. Tubuh umika kini tinggal dibalut bra dan panty. Chinen memeluknya,
sembari tangannya melepas kaitan bra gadis itu. jantungnya berdetak kencang
ketika satu-satunya penutup bagian atas tubuh Umika itu terlepas. Wajah Umika
sontak memerah. Ia malu Chinen melihatnya seperti itu. Kedua tangannya seketika
diangkat untuk menutupi dadanya.
Chinen tersenyum lembut, lalu menarik tangan Umika dari
pemandangan indah (?) di depannya.
“Jangan ditutupi..” bisiknya pelan. Umika menggigit bibir
bawahnya lalu menurunkan kedua tangannya. Chinen tersenyum puas lalu kembali
mencium bibir gadis itu ganas.
Ciuman chinen lalu turun ke leher dan kemudian ke dada
Umika. Pemuda itu mencium dan mengisapnya. Tangannya yang satu ikut bergerak
untuk meremas dada umika yang lain.
“C-Chi..AAh…”Umika mengerang nikmat ketika Chinen melakukan
penjiwaan pada bagian tersebut. Pemuda itu menyeringai, dalam hati berterima
kasih pada Ryosuke dan Yuto yang lewat beberapa DVD hentai mereka berhasil mengajarkannya
trik-trik memuaskan wanita.
Umika memegang kepala Chinen dan menekannya lebih dalam ke
dadanya. Sesaat kemudian, Chinen lalu menghentikan ciumannya di dada Umika
sementara untuk bisa melepaskan kaos dan celana panjangnya. Pemuda itu kini
tinggal menggunakan boxer.
Umika sedikit dibuat nanar ketika melihat keseluruhan tubuh
pacarnya. Tubuhnya memang tidak sekekar Ryosuke, namun otot-otot tangan, dada,
dan perutnya tak urung membuat gadis itu menelan ludah. Chinen memang sempurna,
lebih indah bila dibandingkan dengan yang sering dilihatnya di majalah.
Chinen tidak menunggu lama. Satu-satunya helaian kain
penutup tubuhnya itu kemudian ikut di lepaskan. Umika terbelalak kaget melihat
Chinen kini telah telanjang di depannya. Sorot mata gadis itu menatap lurus
tepat ke junior milik chinen.
Chinen menyeringai.
“Tertarik?” tanyanya nakal. Umika menggembungkan pipi kesal
sambil menahan malu karena sudah tertangkap basah oleh pemuda itu. Chinen
menatap gadisnya senang, sesekali melirik ke panty-nya.
“Kurasa kita juga harus melepaskan itu..” ujarnya lagi
sambil menunjuk panty umika dengan dagunya. Umika terbelalak, memandangi bagian
terlarangnya tersebut dan Chinen bergantian. Rasa takut tiba-tiba saja
menyelimutinya. Gadis itu sontak teringat dengan cerita Mirai dan Suzuka. Maklum,
kedua manusia itu memang sudah pernah melakukannya dengan pacar masing-masing.
“Waktu masuk rasanya
sakit sekali…”
“Rasa sakitnya
membuatku ingin mati saja…”
Selagi Umika berpikir, Chinen sudah naik ke tempat tidur dan
mengambil posisi di atas tubuh Umika. Baru saja ia ingin membuka panty Umika
agar juniornya bisa masuk namun gadis itu keburu menggeleng. Wajahnya nampak
khawatir.
“Kenapa?” Tanya Chinen mulai cemas. Umika menggigit bibir
bawahnya bimbang.
“Kata Mirai-chan sakit…”
Chinen terdiam. Dalam hati mengutuk Ryosuke dan Mirai yang
sudah membuat kegiatannya dan Umika sedikit tertunda. Umika ini, masa sudah
melakukan sejauh ini tapi harus berhenti karena takut sakit?
“Pasti waktu melakukannya dengan Mirai, Yamachan sedikit
kasar. Makanya rasanya sakit. Kalau pelan-pelan, tidak apa-apa kok.” Chinen
mulai membujuk Umika. Namun sayang, gadis itu masih kukuh menggeleng.
“Suzuchan juga bilang yang sama. Masa Yuto-kun juga kasar?”
Chinen mendecak, gantian memaki pasangan Ohgo-Jima. Pemuda
itu terdiam cukup lama, mencoba mencari alasan lain apa yang bisa digunakannya
untuk melanjutkan aksinya bersama Umika tadi. Sudah kelewat tak tahan dia.
Melihat Chinen tak bereaksi, rasa takut Umika semakin besar.
Bukan karena takut akan rasa sakit yang diceritakan Mirai, namun karena wajah
Chinen yang nampak serius itu. Ia takut kalau-kalau Chinen marah, atau bahkan
membencinya. Demi apapun, dibenci Chinen Yuri, orang yang paling dicintainya di
seluruh dunia adalah rasa sakit yang paling menyakitkan baginya.
“Demo,” Umika lalu menyambung takut-takut. “Kalau dengan
Chii, aku tidak akan menolak. Aku mau melakukannya denganmu..”
Chinen merasa jantungnya seolah jumpalitan. Pemuda itu
tersenyum lembut, lalu mencium pipi kekasihnya lama.
“Arigatou, aku akan bersikap lembut…” Bisiknya mesra. Umika
mengangguk perlahan.
Chinen membuka sehelai kain penutup daerah kewanitaan Umika
dengan sekali tarikan. Jantungnya sontak berdegub kencang ketika melihat apa
yang sejak tadi tersembunyi dibaliknya.
Chinen kembali menciumi Umika. Mulai dari bibir, ke leher
sambil meninggalkan bekas-bekas kemerahan, kemudian beralih ke dada dan ikut
meninggalkan bekas dengan bibir dan giginya di sana. Setelah itu, ciuman beralih ke perut
Umika lalu ke daerah kewanitaannya.
“A-Ahh..” Jerit Umika tertahan ketika Chinen menjilati
daerah kewanitaannya dan membuka jalan masuk untuknya nanti dengan lidahnya.
Setelah dirasanya cukup, Chinen lalu naik, menjepit pinggannya di antara kedua
lutut Umika.
“Kau siap?”
Umika menganguk perlahan. Chinen mencium bibir gadis itu
lembut untuk membuatnya sedikit rileks. Sesaat kemudian, pemuda itu lalu mulai
memasukan miliknya ke dalam milik Umika.
“CHII!! AAAAAAHHH !!!!” Jerit Umika kencang ketika serangan
rasa sakit akibat masuknya milik Chinen tadi menyerangnya. Dia merasa tubuhnya
dirobek paksa. Darah keperawanan gadis itu ikut mengucur tepat setelah milik
Chinen masuk sempurna kedalamnya.
Chinen sendiri berkeringat hebat ketika milik Umika mulai
menjepit pertahanannya. Pemuda itu menciumi Umika lagi agar jeritan gadis itu tak
membuat keributan.
Air mata Umika perlahan mengalir akibat rasa sakit yang
dialaminya tadi. Chinen menjilati air mata gadis itu.
“Jangan menangis..”
“Rasanya sakit sekali..” bisik Umika perih.
“Tenanglah, sedikit lagi rasanya akan jadi enak..”
Umika hanya mengangguk. Setelah membiarkan rasa sakit Umika
mereda, Chinen lalu mulai menggoyangkan pinggulnya naik-turun. Tempat tidurnya
bergoyang seiring dengan gerakan Chinen memasuk-keluarkan miliknya. Umika mulai
berhenti menangis dan mengerang nyaman. Rasa sakit tadi sudah terganti rasa
nikmat.
“C-Chi.. Aaah..Aah..lebih cepat..” desahnya nikmat. Setiap
rasa sakit muncul langsung digantikan oleh rasa nikmat. Kedua tangan Umika
mencengkram sprei kuat, seolah-olah jika ia tidak berpegangan pada apapun, ia
mungkin saja akan jatuh.
Chinen mengikuti perintah dan mempercepat gerakannya. Lama-kelamaan
Pemuda itu merasakan milik Umika mulai menjepitnya kuat. Chinen nyaris mencapai
klimaksnya, begitu pula Umika. Pemuda itu kembali mengunci bibir Umika,
mencegah gadis itu kembali ribut karena orgasme pertama mereka.
“CH—HMMP!! HMMP!! HMMPH!!! HHMPPPH!!!!!!!!!” Jeritan Umika
tertahan oleh bibir Chinen. Tepat saat itu juga Chinen mencapai klimaksnya.
Pemuda itu menutup mata merasakan sensasi nikmatnya mencapai puncak ketika
cairan putihnya masuk ke dalam Umika.
Keduanya lalu terbaring lelah di atas tempat tidur. Chinen
mendekap tubuh Umika erat.
Pemuda itu tersenyum lembut.
“Arigatou. Ini hadiah valentine paling indah yang pernah aku
dapatkan..”
Umika tersenyum, lalu balas memeluk kekasihnya erat.
“Daisuki na, Umichan..”
Umika mengangguk.
“Daisuki mo, Chii..”
~end~